Tren Baru di China, Orang Meninggal Hidup Kembali Segini Biayanya

Suasana pemakaman di TPU Karet Bivak, Jakarta, Selasa (9/1/2018). Keterbatsan kurang lahan pemakaman, Dinas Kehutanan DKI Jakarta mengalokasikan anggaran Rp400 miliar untuk pengadaan lahan makam di tahun 2018.

Teknologi kecerdasan buatan atau AI mengembangkan tren baru di China, yakni ‘menghidupkan’ kembali orang yang sudah meninggal.

Menurut laporan dari The Week, makin banyak orang di China yang membeli avatar AI orang yang sudah meninggal untuk membantu memproses kesedihan mereka.

Pendiri SenseTime Tang Xiao’ou mengumumkan layanan dari ‘luar kubur’ sebagai tiruan digital. Layanan AI tersebut dilatih menggunakan program pembelajaran mesin model bahasa besar (large language model machine learning programme) lewat klip video dan audio Tang.

Hanya dengan 20 yuan (Rp 44 ribu) orang bisa membuat avatar digital bergerak dari orang yang mereka cintai.

Menurut MIT Technology Review, teknologi ini memang belum sempurna, karena avatar masih kaku dan seperti robot. Namun teknologi tersebut semakin matang, dan semakin banyak pilihan alat yang tersedia melalui lebih banyak perusahaan.

Ketika avatar terlihat makin “hidup” dan memberikan lebih sedikit jawaban di luar karakter, maka lebih mudah bagi pengguna untuk memperlakukannya sebagai anggota keluarga mereka yang telah meninggal.

Penyanyi Taiwan Bao Xiaobai menggunakan AI untuk “menghidupkan kembali” putrinya yang berusia 22 tahun, yang meninggal pada tahun 2022. Shine melaporkan bahwa dia menghabiskan lebih dari satu tahun bereksperimen dengan teknologi tersebut sebelum membuat video putrinya menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk dirinya. Ia menyebut bahwa AI adalah alat untuk mengungkapkan kerinduan, cara untuk mengungkapkan rasa rindu pada seseorang”.

Avatar AI ini sudah menjadi bisnis besar di China. Pasar untuk “manusia digital” bernilai 12 miliar yuan (Rp 26 triliun) pada tahun 2022 dan diperkirakan akan meningkat empat kali lipat pada 2025. Namun tren ini menimbulkan sejumlah pertanyaan dari segi etika dan hukum.

Seperti misalnya, para pengguna media sosial menyebarkan rekaman lama penyanyi Qiao Renliang, yang meninggal karena bunuh diri pada 2016, untuk membuat konten baru yang dibintanginya. Dalam salah satu video, tiruan AI dari Qiao berkata “Sebenarnya, saya tidak pernah benar-benar pergi.”

Namun orang tua Qiao mengatakan video itu dibuat tanpa persetujuan keluarga dan pengacara mengatakan konten semacam itu harus dilarang jika mengganggu mental keluarga almarhum.

Yang lain mempertanyakan apakah berinteraksi dengan replika AI orang meninggal adalah cara yang sehat untuk memproses kesedihan.

“Masih belum jelas apa dampak hukum dan etika dari teknologi ini,” kata MIT Technology Review.

kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*