Cerita Jokowi Ngamuk Tabungan Nasabah Gak Diputar, Bankir Buka Suara
Meskipun Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, peredaran uang dinilai semakin kering. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyorot hal tersebut dan memandang masalah ini muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu surat berharga negara (SBN), sekuritas rupiah bank Indonesia (SRBI) dan sekuritas valas Bank Indonesia (SVBI).
“Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu,” ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, https://172.104.163.244/ dikutip Rabu (31/1/2024).
Untuk diketahui, data BI menunjukkan, posisi M2 pada Desember 2023 tercatat sebesar Rp8.824,7 triliun atau tumbuh 3,5% secara tahunan (yoy). Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 3,3% yoy. Namun jauh lebih rendah dibanding tiga bulan sebelumnya sebesar 6,4% yoy.
Perkembangan M2 pada Desember 2023 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus). Dari catatan BI, penyaluran kredit pada Desember 2023 tumbuh sebesar 10,3% yoy, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 9,7% yoy.
Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dalam tiga bulan terakhir 2023 terbilang seret. Per Desember, DPK yang dihimpun bank hanya naik 3,8% yoy menjadi Rp 8.234,2 triliun.
Terkait dengan keringnya uang beredar, sejumlah bankir pun buka suara terkait hal ini.
Kata Bankir Soal Uang Kering
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu mengaku bank pelat merah itu tidak banyak memiliki portfolio pada ketiga instrumen tersebut.
“Kita kan nggak banyak,” kata dia usai PTBI, di Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Rabu (31/1/2024).
Nixon pun yakin pertumbuhan penyaluran kredit BTN bakal mencapai 10%-12%. Hal ini juga didukung dari kebijakan BI menambah likuiditas makroprudensial untuk mendorong pembiayaan kredit ke sektor prioritas.
“Kan harganya bagus, stimulus dari pemerintahnya juga bagus pasti penjualan naik. PPN (pajak pertambahan nilai) bebas sampai Rp2 miliar. Kan BTN fokusnya di rumah-rumah di bawah Rp1 miliar,” jelasnya.
Nixon juga menyampaikan kredit yang disalurkan BTN pada sektor riil, yakni KPR subsidi dan KPR subsidi masih bertumbuh.
Sama halnya dengan anak usaha BUMN PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) atau BSI yang tidak banyak memiliki portfolio pada ketiga instrumen tersebut. Wakil Direktur Utama BSI Bob Tyasika Ananta memandang, kebijakan Kemenkeu dan BI menerbitkan instrumen-instrumen tersebut bertujuan untuk menjaga likuiditas di pasar.
“Portfolio kita di situ nggak terlalu besar. Tapi kemudian memang yang menjadi challenge ke depan itu di sisi konteks dana masyarakat. Sebetulnya dari pemerintah, BI menerbitkan itu adalah untuk me-maintain likuiditas di pasar kapan harus diterbitin kapan harus diambil dan sebagainya,” ujar Bob pada kesempatan yang sama.
Ia mengatakan BSI menargetkan pertumbuhan pembiayaan di kisaran 16% tahun 2024.
Senada, bank syariah lainnya PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. mengakui memiliki portfolio di SBN, SRBI, dan SVBI. Namun begitu, hal itu dilakukan guna mendorong pembiayaan tahun depan.
“Ada, tapi kita memang lebih fokus untuk pembiayaan di tahun depan. Angkanya 25%-30%, rencana kita. Ya, cukup tinggi, karena kita memang harus kejar target pertumbuhan pembiayaan, karena Muamalat kan beberapa tahun belakangan kan sempat konsolidasi,” ujar Direktur Utama Bank Muamalat Indra Falatehan pada kesempatan yang sama.
Ia mengatakan saat ini, pertumbuhan pembiayaan Bank Muamalat sudah mencapai 25% secara tahunan (yoy). Indra berharap tahun depan pihaknya dapat meningkatkan pertumbuhan pembiayaan lebih dari angka tersebut pada ekosistem muslim.
Kemudian, Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) Taswin Zakaria mengatakan bahwa pihaknya tidak fokus untuk membeli SBN, SRBI, dan SVBI karena likuiditas sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit.
“Memang kita tidak fokus untuk pembelian SRBI SVBI karena likuiditas yang ada pun sekarang sangat diperlukan untuk pertumbuhan kredit. Jadi saya pikir udah benar arahnya ke sana,” ujar Taswin pada kesempatan yang sama.
Ia mengatakan Maybank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 10-12% tahun 2024.