Berkaca Kasus Mario Dandy Satriyo, Seto Mulyadi Soroti Gaya Pacaran Anak Saat Ini

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto mendatangi Bareskrim Mabes polri untuk meminta perlindungan pada anak anak dari Ferdy Sambo dan Putri, Jakarta. Selasa, 23 Agustus 2022. Menurut Kak Seto, perlu membedakan perlakuan pada anak-anak kedua pasangan ini untuk memberikan perlindungan terutama yang masih berusia di bawah 18 tahun dari bully. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Penganiayaan terhadap D, anak pimpinan GP Anshor yang dilakukan Mario Dandy Satriyo, putra pejabat Ditjen Pajak mendapat perhatian dari Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau Kak Seto.

Pasalnya kasus ini melibatkan dua orang anak-satu menjadi korban dan lainnya berstatus saksi-dan dua orang dewasa. Terlebih insiden ini diduga bermula karena gaya pacaran anak muda saat ini.

“Libido anak-anak usia 15 tahun sudah mulai meningkat tertarik kepada lawan jenisnya. Nah, ini jangan dilepas bebaskan. Harus ada pagar-pagar yang cukup ketat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh,” kata Kak Seto kepada Tempo, Sabtu, 25 Februari 2023.

Menurut Kak Seto, anak usia 15 tahun masih cukup belia untuk mempunyai penalaran yang rasional. Terutama saat menyelesaikan permasalahan.

Menjalin hubungan lawan jenis di usia belia juga berpotensi timbul berbagai macam masalah. Usia ideal orang tua mulai memberikan sedikit kebebasan, kata Seto Mulyadi, saat anak berusia 18 tahun ke atas.

“Belum saatnya anak usia 15 tahun berduaan saja. Bersahabat dulu dengan teman-teman lain. Kalau sudah pacaran pergi berdua, ya, kalau bisa di atas 18 tahun. Sehingga anak yang dibujuk rayu sudah mulai waspada,” tutur dia.

Selain itu, Kak Seto mengingatkan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi pergaulan anak mereka agar kasus serupa tidak kembali terjadi.

Bukan hanya menyoal pengetatan, kata Kak Seto, orang tua diharuskan untuk menjadi pendengar yang baik. Supaya anak tidak mencari pelarian lain ketika terkena suatu masalah. “Membangun komunikasi ramah anak dalam keluarga, bukan menuntut anak menjadi penurut,” katanya.

Menyoroti fenomena saat ini, Kak Seto menilai kemampuan kecerdasan emosional anak semakin berkurang. Berkaca pada kasus Mario, ia menyebut pemicu penganiyaan salah satunya adalah kecerdasan emosional yang buruk.  “Mudah baper, mudah cemburu dan lain sebagainya begitu harus diperbaiki,” ucapnya.

Tidak hanya orang tua saja. Sistem pendidikan anak juga perlu dikoreksi. Visi pendidikan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi (Kemendikbudristek) menurut dia harus selalu ditanamkan pada didikan anak saat ini.

Ia menuturkan ada lima visi pendidikan yang harus diterapkan, yakni etika, estetika, kerapian dalam bertutur, nasionalisme dan kesehatan mental atau jiwa. “Kita terlalu sibuk dengan pelajaran yang pintar matematika dan sebagainya. Tapi etikanya perlu diapresiasi,” ucap Kak Seto

Berawal dari Pengaduan AGH ke Mario Dandy

Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan kasus penganiayaan ini bermula ketika AGH, 15 tahun, teman wanita Mario Dandy Satriyo, menceritakan perilaku yang tidak mengenakan yang diduga dilakukan D.

Beberapa hari sebelum penganiayaan terjadi, Mario mencoba untuk mengonfirmasi perbuatan tersebut kepada D. Namun, tidak direspons. “Kemudian akhirnya pada tanggal 20 Februari, saksi AGH menghubungi lagi korban dan menyatakan ingin membagikan kartu pelajar milik korban. Kemudian korban menyampaikan bahwa ia sedang berkunjung ke rumah temannya, saudara R,” ujar Ade.

Mengetahui keberadaan D, Mario Dandy Satriyo bersama dengan AGH dan satu rekannya, Shane, mendatangi korban dan memintanya untuk keluar.

Mario lalu membawa D ke belakang mobil tersangka, Jeep Rubicon untuk mengonfirmasi perbuatan tidak baik yang dilakukannya pada saksi A. Di tempat itulah penganiayaan terjadi. Aksi tersebut direkam oleh Shane menggunakan ponsel milik Mario.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*