Rencana impor KRL bekas Jepang yang diajukan PT Kereta Commuter Indonesia masih tertahan. Penyebabnya adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum memberikan surat rekomendasi izin impor kepada Kementerian Perdagangan.
Padahal KCI sudah mendapatkan rekomendasi persetujuan impor KRL bekas dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Hal ini kemudian menjadi polemik.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan polemik ini akan diselesaikan pada rapat yang digelar besok, Jumat (3/3/2023) di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi. Bakal hadir Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Besok kita rapatkan, dengan semua. Nanti diundang oleh Menko Marves (Luhut). Iya besok sudah diagendakan, besok kita selesaikan. Besok kita rapatkan. Pasti ada solusi. Gak bisa kira-kira kalau keputusan,” ungkap Agus di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (2/3).
Agus juga mengaku telah mendengar masukan dari berbagai pihak misalnya pengamat transportasi.
“Pengamat kita dengar, semua kita dengar, ada yang kita dengar. Industri dalam negerinya kita dengar, semua kita dengar,” sebutnya.
Sebelumnya, dua kementerian belum satu suara soal rencana impor KRL bekas Jepang. Adapun 2 kementerian tersebut adalah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kemenhub mengatakan yes dan menyetujui rencana KCI. Mereka sudah memberikan rekomendasi izin impor kepada Kementerian Perdagangan pada 19 Desember 2022.
“Pengadaan sarana ini harus segera dilaksanakan untuk menggantikan beberapa rangkaian kereta yang akan dipensiunkan pada 2023-2024 mengingat usia pakainya yang sudah terlalu lama,” ungkap Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati dalam keterangannya.
Selain didorong oleh faktor usia sarana, kebutuhan pengadaan muncul untuk mengakomodasi pertumbuhan penumpang. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh KCI, realisasi penumpang tertinggi sebelum pandemi sudah menyentuh angka 336,3 juta orang penumpang pada 2019. Jumlah penumpang diproyeksikan akan terus meningkat hingga 523,6 juta orang pada 2040.
Guna mengakomodasi pertumbuhan tersebut, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut dari 436 juta orang penumpang pada 2023, menjadi 517 juta orang pada 2026.
“Semoga upaya ini tetap membuat KCI dapat memberikan layanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Adita.
Hal berbeda dilakukan Kemenperin. Mereka menolak rencana impor KRL bekas Jepang yang diajukan KCI.
Kemenperin melalui Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) baru merespons surat tersebut pada 6 Januari 2023. Isinya adalah penolakan impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.
Artinya KCI belum dapat mengimpor KRL bekas Jepang. Sebagai gantinya mereka harus melakukan subsitusi impor yaitu dengan Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri (P3DN) dengan memesan KRL dari INKA.
“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua, kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang. Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp 1,3 triliun,” sebut Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody Widodo.
Sebagai catatan, KCI mengajukan izin untuk mengimpor KRL bekas dari Jepang. Alasannya, ada 16 train set KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan pada 2023 dan 2024.
KCI telah mengajukan surat izin impor KRL Bekas Jepang ke Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sejak 13 September 2022.
Dalam surat yang diajukan tersebut, KCI berencana akan mengimpor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB) berupa 120 unit KRL type E217 untuk kebutuhan 2023 dan 228 unit KRL dengan tipe yang sama untuk kebutuhan 2024. Adapun pos tarif/HS Code 8603.10.00.
KRL type E217 merupakan KRL yang diperkenalkan East Japan Railway Company (JR East) dan kini sudah pensiun. KRL jenis ini diproduksi pada akhir 1995 hingga akhir 1999 dan melayani rute Yokosuka-Sobu Rapid di Jepang. Adapun pabrikan yang memproduksi KRL jenis ini adalah Tokyu Car Corporation (J-TREC Yokohama), Kawasaki Heavy Industries, JR East Niitsu Vehicle Manufacturing (J-TREC Niitsu), dan JR East Ofuna Plant.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada harga yang harus dibayar mahal jika impor kereta ini sampai terlambat, yakni nasib para penumpang yang bisa terkatung-katung karena kurangnya armada.
“Kalau gak boleh (diizinkan impor) kemungkinan dua, pertama kereta lama gak dioperasikan, kedua dioperasikan. Kalau gak dioperasikan makin banyak penumpang yang terlantar, kalau dioperasikan keselamatan siapa yang mau jamin? kan barangnya udah usang, khawatir patah lah anjlok,” katanya kepada CNBC Indonesia.